Al-Quran Al-Karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat.
Salah satu di antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara.
Inna nahnu nazzalna al-dzikra wa inna lahu lahafizhun
(Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Quran dan Kamilah Pemelihara-pemelihara-Nya) (QS 15:9).
Demikianlah Allah menjamin keotentikan Al-Quran, jaminan yang diberikan atas dasar KeMahakuasaan dan KeMahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-makhluk-Nya, terutama oleh manusia.
Dengan jaminan ayat di atas, setiap Muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya, Al-Quran tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw.
Al-Quran Al-Karim turun dalam masa sekitar 22 tahun, menurut ulama, 22 tahun, 2 bulan dan 22 hari. Ada beberapa faktor yang terlebih dahulu harus dikemukakan dalam rangka pembicaraan kita ini, yang merupakan faktor-faktor pendukung bagi pembuktian otentisitas Al-Quran.
1. Masyarakat Arab, yang hidup pada masa turunnya Al-Quran, adalah masyarakat yang sedikit sekali yang mengenal baca tulis. Karena itu, satu-satunya andalan mereka adalah hafalan.
2. Masyarakat Arab khususnya pada masa turunnya Al-Quran-- dikenal sebagai masyarakat sederhana dan bersahaja:
Kesederhanaan ini, menjadikan mereka memiliki waktu luang yang cukup, disamping menambah ketajaman pikiran dan hafalan.
3. Masyarakat Arab sangat gandrung lagi membanggakan kesusastraan; mereka bahkan melakukan perlombaan-perlombaan dalam bidang ini pada waktu-waktu tertentu.
4. Al-Quran mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya dan sangat mengagumkan bukan saja bagi orang-orang mukmin, tetapi juga orang kafir.
Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik seringkali secara sembunyi-sembunyi berupaya mendengarkan ayat-ayat Al-Quran, yang di baca umat muslim.
5. Al-Quran, demikian pula Rasul saw., menganjurkan kepada kaum Muslim untuk memperbanyak membaca dan mempelajari Al-Quran.
6. Ayat-ayat Al-Quran turun berdialog dengan mereka, mengomentari keadaan dan peristiwa-peristiwa yang mereka alami, bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Disamping itu, ayat-ayat Al-Quran turun sedikit demi sedikit.
7. Dalam Al-Quran, demikian pula hadis-hadis Nabi, ditemukan petunjuk-petunjuk yang mendorong para sahabatnya untuk selalu bersikap teliti dan hati-hati dalam menyampaikan berita, terlebih kalau berita tersebut merupakan Firman-firman Allah atau sabda Rasul-Nya. Faktor-faktor di atas menjadi penunjang terpeliharanya ayat-ayat Al-Quran.
Itulah sebabnya, banyak riwayat sejarah yang menginformasikan bahwa terdapat ratusan sahabat Nabi saw. yang menghafalkan Al-Quran.
Bahkan dalam peperangan Yamamah, yang terjadi beberapa saat setelah wafatnya Rasul saw., telah gugur tidak kurang dari tujuh puluh orang penghafal Al-Quran.
Sejarah menginformasikan bahwa setiap ada ayat yang turun, Nabi saw. lalu memanggil sahabat-sahabat yang dikenal pandai menulis, untuk menuliskan ayat-ayat yang baru saja diterimanya, sambil menyampaikan tempat dan urutan setiap ayat dalam surahnya.
Ayat-ayat tersebut mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-tulang binatang. Sebagian sahabat ada juga yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara pribadi.
Kepingan naskah tulisan yang diperintahkan oleh Rasul itu, baru dihimpun dalam bentuk "kitab" pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar r.a.
Penulisan Mushhaf Dalam uraian sebelumnya dikemukakan bahwa ketika terjadi peperangan Yamamah, terdapat puluhan penghafal Al-Quran yang gugur. Hal ini menjadikan 'Umar ibn Al-Khaththab menjadi risau tentang "masa depan Al-Quran".
Karena itu, beliau mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar agar mengumpulkan tulisan-tulisan yang pernah ditulis pada masa Rasul. Walaupun pada mulanya Abu Bakar ragu menerima usul tersebut dengan alasan bahwa pengumpulan semacam itu tidak dilakukan oleh Rasul saw. namun pada akhirnya 'Umar r.a. dapat meyakinkannya
Dan keduanya sepakat membentuk suatu tim yang diketuai oleh Zaid ibn Tsabit dalam rangka melaksanakan tugas suci dan besar itu.
Zaid pun pada mulanya merasa sangat berat untuk menerima tugas tersebut, tetapi akhirnya ia dapat diyakinkan apalagi beliau termasuk salah seorang yang ditugaskan oleh Rasul pada masa hidup beliau untuk menuliskan wahyu Al-Quran.
Dengan dibantu oleh beberapa orang sahabat Nabi, Zaid pun memulai tugasnya. Abu Bakar r.a. memerintahkan kepada seluruh kaum Muslim untuk membawa naskah tulisan ayat Al-Quran yang mereka miliki ke Masjid Nabawi untuk kemudian diteliti oleh Zaid dan timnya.
Dalam hal ini, Abu Bakar r.a. memberi petunjuk agar tim tersebut tidak menerima satu naskah kecuali yang memenuhi dua syarat:
Pertama, harus sesuai dengan hafalan para sahabat lain. Kedua, tulisan tersebut benar-benar adalah yang ditulis atas perintah dan di hadapan Nabi saw.
Untuk membuktikan syarat kedua tersebut, diharuskan adanya dua orang saksi mata. Sejarah mencatat bahwa Zaid ketika itu menemukan kesulitan karena beliau dan sekian banyak sahabat menghafal ayat :
Laqad ja'akum Rasul min anfusikum 'aziz 'alayh ma 'anittun harish 'alaykum bi almu'minina Ra'uf al-rahim (QS 9:128).
Tetapi, naskah yang ditulis di hadapan Nabi saw. tidak ditemukan.
Syukurlah pada akhirnya naskah tersebut ditemukan juga di tangan seorang sahabat yang bernama Abi Khuzaimah Al-Anshari.
Demikianlah, terlihat betapa Zaid menggabungkan antara hafalan sekian banyak sahabat dan naskah yang ditulis di hadapan Nabi saw., dalam rangka memelihara keotentikan Al-Quran.
Dengan demikian, dapat dibuktikan dari tata kerja dan data-data sejarah bahwa Al-Quran yang kita baca sekarang ini adalah otentik dan tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang diterima dan dibaca oleh Rasulullah saw., lima belas abad yang lalu.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, perlu dikemukakan bahwa Rasyad Khalifah, yang menemukan rahasia angka 19 yang dikemukakan di atas, mendapat kesulitan ketika menemukan bahwa masing-masing kata yang menghimpun Bismillahirrahmanirrahim, kesemuanya habis terbagi 19, kecuali Al-Rahim. Kata Ism terulang sebanyak 19 kali, Allah sebanyak 2.698 kali, sama dengan 142 X 19, sedangkan kata Al-Rahman sebanyak 57 kali atau sama dengan 3 X 19, dan Al-Rahim sebanyak 115 kali.
Di sini, ia menemukan kejanggalan, yang konon mengantarnya mencurigai adanya satu ayat yang menggunakan kata rahim, yang pada hakikatnya bukan ayat Al-Quran. Ketika itu, pandangannya tertuju kepada surah Al-Tawbah ayat 128, yang pada mulanya tidak ditemukan oleh Zaid.
Karena, sebagaimana terbaca di atas, ayat tersebut diakhiri dengan kata rahim. Sebenarnya, kejanggalan yang ditemukannya akan sirna, seandainya ia menyadari bahwa kata rahim pada ayat Al-Tawbah di atas, bukannya menunjuk kepada sifat Tuhan, tetapi sifat Nabi Muhammad saw. Sehingga ide yang ditemukannya dapat saja benar tanpa meragukan satu ayat dalam Al-Quran, bila dinyatakan bahwa kata rahim dalam Al-Quran yang menunjuk sifat Allah jumlahnya 114 dan merupakan perkalian dari 6 X 19. Penutup Demikianlah sekelumit pembicaraan dan bukti-bukti yang dikemukakan para ulama dan pakar, menyangkut keotentikan ayat-ayat Al-Quran. Terlihat bagaimana Allah menjamin terpeliharanya Kitab Suci ini, antara lain berkat upaya kaum beriman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar